Konfusianisme |
Konfusianisme atau Konghuchu mulai
dikenal di Cina melalui pemikiran-pemikirannya yang cemerlang yang dilontarkan
pada zaman Chou Timur (770-221 SM). Konghuchu lahir pada tahun 551 SM berasal
dari kota Lu, Provinsi Shandong. Pada masa itu dinasti Chou tengah kehilangan
kendali terhadap para tuan tanah yang menempati hampir setengah bagian dari
wilayah Cina. Konghuchu dibesarkan oleh ibunya karena ia sudah kehilangan
ayahnya ketika masih berusia tiga tahun. Ketika dewasa dan bekerja sebagai
pegawai di kuil bangsawan Zhou, ia mengikuti semua detail-detail yang terdapat
dalam perayaan yang akhirnya menjadikannya sebagai seorang yang ahli dalam
ritual agama kuno.
Konfusianisme merupakan humanisme,
tujuan yang hendak dicapai adalah kesejahteraan manusia dalam hubungan yang
harmonis dengan masyarakatnya. Kodrat manusia menurut konfusius adalah
“pemberian langit”, yang berarti bahwa dalam hal tertentu ia berada di luar
piliham manusia. Kesempurnaan manusia terletak dalam pemenuhannya sebagai
manusia yang seharusnya. Moralitas merupakan realisasi dari rancangan yang ada
dalam manusia. Oleh karena itu, tujuan manusia yang paling tinggi adalah
menemukan petunjuk sentral bagi moral yang mempersatukan manusia dengan seluruh
isi alam semesta. Bagi Konfusius, manusia adalah baian dari konstitutif dai
seluruh isi alam semesta. Manusia harus berhubungan secara indah dan harmonis
dengan harmoni alam di luarnya. Ungkapan yang paling terkenal yang merupakan
inti ajarannya yaitu tidak berbuat kepada orang lain apa yang dia tidak sukai
orang lain perbuatan pada dirinya. Secara praktis ajaran Konfusius dapat
disimpulkan menjadi tiga pokok yaitu:
1. Pemujaan terhadap Tuhan (Thian)
Konfusius mengajarkan keyakinan
kepada pengikutnya bahwa Thian atau Tuhan menjadi awal atas sumber kesadaran
alam semesta dan segalanya. Ia menekankan bahwa amat perlu untuk melakukan
sembahyang korban terhadap Thian. Pengertian Tuhan dalam kepercayaan Tionghoa
sebenarnya juga tidak berbeda dengan agama-agama yang lain yaitu sebagai
pencipta alam semesta dan segala isinya. Dalam kepercayaan kalangan rakyat,
Tuhan biasanya disebut sebagai Thian atau Shangdi atau Siang Te (dialek
Hokkian). Thian adalah penguasa tertinggi alam semesta ini. Karena itu,
kedudukan-Nya berada di tempat yang paling agung, sedangkan para dewa dan
malaikat yang lain adalah para pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan
di alam semesta ini, sesuai dengan fungsinya masing-masing. Di dalam sistem
pemerintahan ini, merupakan cerminan dari prinsip Yin dan Yang, yang diwujudkan
dalam bentuk pemerintahan di dunia dan pemerintahan surga yang dilakukan oleh
para dewa yang dipuncaki oleh Shangdi. Rakyat percaya pemerintahan surga memiliki
struktur yang sama dengan pemerintahan dunia. Kalau pemerintahan dunia terdiri
dari kaisar, para keluarganya, perdana menteri, menteri-menteri sipil dan
militer, dan lain sebagainya, maka pemerintahan surga pun dipimpin oleh Shangdi
dan dibantu para dewa-dewa baik sipil maupun militer untuk mengatur tata tertib
di alam semesta ini. Sebab inilah maka para kaisar (hung-di) yang di bumi
merasa perlu untuk memuja Shangdi (yang berkedudukan di atas) untuk memohon
perlindungan dan berkah serta petunjuk-petunjuk untuk menjalankan roda
pemerintahan di mayapada ini agar selalu selaras dengan kehendak Shangdi
(Shang=di atas, di=tanah).
2. Pemujaan terhadap leluhur
Pemujaan terhadap leluhur adalah
menolong seseorang untuk mengingat kembali asal-usulnya. Di sini asal mula
manusia adalah dari leluhurnya. Upacara pemujaan terhadap leluhur di sini
diperlukan sesaji. Sebagian besar aktifitas rumah tangga dalam keluarga Cina
selalu berhubungan dengan roh leluhur. Salah satu fungsi utama dalam keluarga
adalah melakasanakan pemujaan terhadap leluhur. Pemujaan leluhur dipandang
sebagai perwujudan dari bakti anak terhadap orang tua dan leluhurnya (Xiao).
Pelaksanaan upacara pemujaan leluhur dalam keluarga dipimpin oleh ayah sebagai
kepala keluarga. Keluarga Cina menganut garus keturunan dari pihak ayah atau
disebut patrilineal. Garis keturunan sangat penting bagi mereka guna menjaga
kelangsungan keluarga. Oleh karena itu, anak laki-laki sangat penting untuk
meneruskan garis keturunan.
3. Penghormatan terhadap Konfusius
Bagi orang Cina merupakan kewajiban
mereka untuk menghormati Konghuchu yang mereka anggap sebagai guru besar
seperti halnya penghormatan terhadap orang tua. Konghuchu dianggap telah
berjasa dalam mengajarkan dasar-dasar ajaran moral yang sampai sekarang masih terus
diterapkan. Filsafatnya yang pada akhirnya menyatu dengan kehidupan masyarakat
Cina membuat secara keseluruhan ajaran Konfusius lebih banyak ditujukan kepada
manusia sebagai makhluk hidup.
Buddhisme
Agama Buddha sudah menjadi bagian
dari filosofi Cina selama hampir 2000 tahun. Meskipun Buddha bukanlah merupakan
agama asli, melainkan pengaruh dari India, tetapi ajaran Buddha mempunyai
pengaruh yang cukup berarti pada kehidupan orang Cina. Tema pokok ajaram agama
Buddha adalah bagaimana menghindarkan manusia dari penderitaan (samsara).
Kejahatan adalah pangkal penderitaan. Manusia yang lemah, tidak berpengetahuan
(akan Buddhisme) akan sangat mudah terkena kejahatan dan sulit untuk
membebaskan diri dari penderitaan.
Pendiri agama Buddha adalah Sidharta
Gautama. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan di India. Sewaktu kecil, ayahnya
menjauhkan Sidharta dari segala macam bentuk penderitaan dunia, sampai pada
suatu hari secara tidak sengaja ia melihat orang-orang yang selama ini belum
dilihatnya yaitu orang-orang tua, seorang yang sakit dan yang meninggal.
Kenyataan tersebut membuatnya kemudian meninggalkan istana dan bertapa di bawah
pohon bodhi. Setelah bertapa selama enam tahun akhirnya ia memperoleh
pencerahan dengan menemukan obat penawar bagi penderitaan, jalan keluar dari
lingkaran tanpa akhir yaitu melalui kelahiran kembali kepada suatu jalan menuju
Nirwana. Jalan ini yang kemudian dikenal juga sebagai inti dari ajaran Buddha.
Buddhisme masuk ke Cina kira-kira
abad 3 Masehi, pada masa pemerintahan dinasti Han. Buddhisme selanjutnya
mengalami perkembangan sendiri di negara tersebut. Ajarannya di Cina mendapat
pengaruh dari kepercayaan yang sudah ada sebelumnya yaitu Taoisme dan
Konfusiansianisme. Hal yang paling kentara dari percampuran ini ialah dengan munculnya
sekte Shan, yang juga muncul di Jepang dengan nama Zen yang merupakan Buddhisme
India bercorak Taoisme Cina. Wujud dari agama ini adalah timbulnya versi-versi
signifikan dari dewata-dewata buddha, seperti Avalokitecvara, Maitreya, dan
sebagainya. Avalokitecvara berubah menjadi Dewi Welas Asih (Guan Yin atau Kwan
Im). Dewi ini sangat populer sekali di kalangan orang Cina, tempat orang
memohon pertolongan dalam kesukaran, memohon keturunannya, dan lain sebagainya.
Kwan Im dalam penampilannya mempunyai 33 wujud, diantaranya yang paling populer
adalah Kwan Im berbaju putih, Kwan Im membawa botol air suci, dan Kwan Im
bertangan seribu. Dalam Avalokitecvara, Maitreya juga mempunyai wujud lain di
Cina yaitu Mi le fo, seorang yang bertubuh gemuk dan raut muka yang selalu
tertawa. Dewa ini dikenal sebagai dewa pengobatan.
Selain dewata-dewata Buddhis, di
dalam sistem kepercayaan rakyat Cina mengenal tiga penggolongan utama dewata,
yaitu:
- Dewata
penguasa alam semesta yang mempunyai wilayah kekuasaan di langit. Para
dewata golongan ini dipimpin oleh dewata tertinggi yaitu Yu Huang Da Di,
Yuan Shi Tian Sun, dan termasuk di dalamnya antara lain dewa-dewa bintang,
dewa kilat, dan dewa angin.
- Dewata
penguasa bumi yang memiliki kekuasaan di bumi, walau sebetulnya mereka
termasuk malaikat langit. Kekuasaan mereka adalah dunia dan manusia,
termasuk akhirat. Mereka dikatakan sebagai para dewata yang menguasai
Wu-Xing (lima unsur), yaitu: (a) kayu (dewa hutan, dewa kutub, dan lain
sebagainya); (b) api (dewa api, dewa dapur); (c) logam (dewata penguasa
kekayaan dalam bumi); (d) air (dewa sumur, dewa sungai, dewa laut, dewa
hujan, dan lain sebagainya); (e) tanah (dewa bumi, dewa gunung, penguasa
akhirat, dewa pelindung kota, dan lain sebagainya)
- Dewata
penguasa manusia, yaitu para dewata yang mengurus soal-soal yang
bersangkutan dengan kehidupan manusia seperti kelahiran, perjodohan,
kematian, usia, rezeki, kekayaan, kepangkatan dan lain sebagainya.
Termasuk dalam golongan dewata penguasa manusia ini adalah para dewata pelindung
usaha pertokoan, dewata pengobatan, dewata pelindung, dan peternakan ulat
sutra. Di samping itu, terdapat dewata-dewata kedaerahan yang menjadi
pelindung masyarakat yang berasal dari daerah yang sama.
Daftar Rujukan :
Supardi, Nunus, dkk,. 2000.
Kelenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Wiriaatmadja, Rochiati dkk. 2003.
Sejarah dan Peradaban Cina Analisis Filosofis-Historis dan Sosio-Antropologis.
Bnadung: Humaniora
Lam, N. Mark, Graham, John L. 2007.
China Now Berbisnis di Pasar Paling Dinamis di Dunia. Jakarta: Gramedia