Minggu, 02 Agustus 2015

Konfusianisme

Konfusianisme

Konfusianisme atau Konghuchu mulai dikenal di Cina melalui pemikiran-pemikirannya yang cemerlang yang dilontarkan pada zaman Chou Timur (770-221 SM). Konghuchu lahir pada tahun 551 SM berasal dari kota Lu, Provinsi Shandong. Pada masa itu dinasti Chou tengah kehilangan kendali terhadap para tuan tanah yang menempati hampir setengah bagian dari wilayah Cina. Konghuchu dibesarkan oleh ibunya karena ia sudah kehilangan ayahnya ketika masih berusia tiga tahun. Ketika dewasa dan bekerja sebagai pegawai di kuil bangsawan Zhou, ia mengikuti semua detail-detail yang terdapat dalam perayaan yang akhirnya menjadikannya sebagai seorang yang ahli dalam ritual agama kuno.

Konfusianisme merupakan humanisme, tujuan yang hendak dicapai adalah kesejahteraan manusia dalam hubungan yang harmonis dengan masyarakatnya. Kodrat manusia menurut konfusius adalah “pemberian langit”, yang berarti bahwa dalam hal tertentu ia berada di luar piliham manusia. Kesempurnaan manusia terletak dalam pemenuhannya sebagai manusia yang seharusnya. Moralitas merupakan realisasi dari rancangan yang ada dalam manusia. Oleh karena itu, tujuan manusia yang paling tinggi adalah menemukan petunjuk sentral bagi moral yang mempersatukan manusia dengan seluruh isi alam semesta. Bagi Konfusius, manusia adalah baian dari konstitutif dai seluruh isi alam semesta. Manusia harus berhubungan secara indah dan harmonis dengan harmoni alam di luarnya. Ungkapan yang paling terkenal yang merupakan inti ajarannya yaitu tidak berbuat kepada orang lain apa yang dia tidak sukai orang lain perbuatan pada dirinya. Secara praktis ajaran Konfusius dapat disimpulkan menjadi tiga pokok yaitu:

1. Pemujaan terhadap Tuhan (Thian)
Konfusius mengajarkan keyakinan kepada pengikutnya bahwa Thian atau Tuhan menjadi awal atas sumber kesadaran alam semesta dan segalanya. Ia menekankan bahwa amat perlu untuk melakukan sembahyang korban terhadap Thian. Pengertian Tuhan dalam kepercayaan Tionghoa sebenarnya juga tidak berbeda dengan agama-agama yang lain yaitu sebagai pencipta alam semesta dan segala isinya. Dalam kepercayaan kalangan rakyat, Tuhan biasanya disebut sebagai Thian atau Shangdi atau Siang Te (dialek Hokkian). Thian adalah penguasa tertinggi alam semesta ini. Karena itu, kedudukan-Nya berada di tempat yang paling agung, sedangkan para dewa dan malaikat yang lain adalah para pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan di alam semesta ini, sesuai dengan fungsinya masing-masing. Di dalam sistem pemerintahan ini, merupakan cerminan dari prinsip Yin dan Yang, yang diwujudkan dalam bentuk pemerintahan di dunia dan pemerintahan surga yang dilakukan oleh para dewa yang dipuncaki oleh Shangdi. Rakyat percaya pemerintahan surga memiliki struktur yang sama dengan pemerintahan dunia. Kalau pemerintahan dunia terdiri dari kaisar, para keluarganya, perdana menteri, menteri-menteri sipil dan militer, dan lain sebagainya, maka pemerintahan surga pun dipimpin oleh Shangdi dan dibantu para dewa-dewa baik sipil maupun militer untuk mengatur tata tertib di alam semesta ini. Sebab inilah maka para kaisar (hung-di) yang di bumi merasa perlu untuk memuja Shangdi (yang berkedudukan di atas) untuk memohon perlindungan dan berkah serta petunjuk-petunjuk untuk menjalankan roda pemerintahan di mayapada ini agar selalu selaras dengan kehendak Shangdi (Shang=di atas, di=tanah).

2. Pemujaan terhadap leluhur
Pemujaan terhadap leluhur adalah menolong seseorang untuk mengingat kembali asal-usulnya. Di sini asal mula manusia adalah dari leluhurnya. Upacara pemujaan terhadap leluhur di sini diperlukan sesaji. Sebagian besar aktifitas rumah tangga dalam keluarga Cina selalu berhubungan dengan roh leluhur. Salah satu fungsi utama dalam keluarga adalah melakasanakan pemujaan terhadap leluhur. Pemujaan leluhur dipandang sebagai perwujudan dari bakti anak terhadap orang tua dan leluhurnya (Xiao). Pelaksanaan upacara pemujaan leluhur dalam keluarga dipimpin oleh ayah sebagai kepala keluarga. Keluarga Cina menganut garus keturunan dari pihak ayah atau disebut patrilineal. Garis keturunan sangat penting bagi mereka guna menjaga kelangsungan keluarga. Oleh karena itu, anak laki-laki sangat penting untuk meneruskan garis keturunan.

3. Penghormatan terhadap Konfusius
Bagi orang Cina merupakan kewajiban mereka untuk menghormati Konghuchu yang mereka anggap sebagai guru besar seperti halnya penghormatan terhadap orang tua. Konghuchu dianggap telah berjasa dalam mengajarkan dasar-dasar ajaran moral yang sampai sekarang masih terus diterapkan. Filsafatnya yang pada akhirnya menyatu dengan kehidupan masyarakat Cina membuat secara keseluruhan ajaran Konfusius lebih banyak ditujukan kepada manusia sebagai makhluk hidup.

Buddhisme
Agama Buddha sudah menjadi bagian dari filosofi Cina selama hampir 2000 tahun. Meskipun Buddha bukanlah merupakan agama asli, melainkan pengaruh dari India, tetapi ajaran Buddha mempunyai pengaruh yang cukup berarti pada kehidupan orang Cina. Tema pokok ajaram agama Buddha adalah bagaimana menghindarkan manusia dari penderitaan (samsara). Kejahatan adalah pangkal penderitaan. Manusia yang lemah, tidak berpengetahuan (akan Buddhisme) akan sangat mudah terkena kejahatan dan sulit untuk membebaskan diri dari penderitaan.

Pendiri agama Buddha adalah Sidharta Gautama. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan di India. Sewaktu kecil, ayahnya menjauhkan Sidharta dari segala macam bentuk penderitaan dunia, sampai pada suatu hari secara tidak sengaja ia melihat orang-orang yang selama ini belum dilihatnya yaitu orang-orang tua, seorang yang sakit dan yang meninggal. Kenyataan tersebut membuatnya kemudian meninggalkan istana dan bertapa di bawah pohon bodhi. Setelah bertapa selama enam tahun akhirnya ia memperoleh pencerahan dengan menemukan obat penawar bagi penderitaan, jalan keluar dari lingkaran tanpa akhir yaitu melalui kelahiran kembali kepada suatu jalan menuju Nirwana. Jalan ini yang kemudian dikenal juga sebagai inti dari ajaran Buddha.

Buddhisme masuk ke Cina kira-kira abad 3 Masehi, pada masa pemerintahan dinasti Han. Buddhisme selanjutnya mengalami perkembangan sendiri di negara tersebut. Ajarannya di Cina mendapat pengaruh dari kepercayaan yang sudah ada sebelumnya yaitu Taoisme dan Konfusiansianisme. Hal yang paling kentara dari percampuran ini ialah dengan munculnya sekte Shan, yang juga muncul di Jepang dengan nama Zen yang merupakan Buddhisme India bercorak Taoisme Cina. Wujud dari agama ini adalah timbulnya versi-versi signifikan dari dewata-dewata buddha, seperti Avalokitecvara, Maitreya, dan sebagainya. Avalokitecvara berubah menjadi Dewi Welas Asih (Guan Yin atau Kwan Im). Dewi ini sangat populer sekali di kalangan orang Cina, tempat orang memohon pertolongan dalam kesukaran, memohon keturunannya, dan lain sebagainya. Kwan Im dalam penampilannya mempunyai 33 wujud, diantaranya yang paling populer adalah Kwan Im berbaju putih, Kwan Im membawa botol air suci, dan Kwan Im bertangan seribu. Dalam Avalokitecvara, Maitreya juga mempunyai wujud lain di Cina yaitu Mi le fo, seorang yang bertubuh gemuk dan raut muka yang selalu tertawa. Dewa ini dikenal sebagai dewa pengobatan.

Selain dewata-dewata Buddhis, di dalam sistem kepercayaan rakyat Cina mengenal tiga penggolongan utama dewata, yaitu:
  1. Dewata penguasa alam semesta yang mempunyai wilayah kekuasaan di langit. Para dewata golongan ini dipimpin oleh dewata tertinggi yaitu Yu Huang Da Di, Yuan Shi Tian Sun, dan termasuk di dalamnya antara lain dewa-dewa bintang, dewa kilat, dan dewa angin.
  2. Dewata penguasa bumi yang memiliki kekuasaan di bumi, walau sebetulnya mereka termasuk malaikat langit. Kekuasaan mereka adalah dunia dan manusia, termasuk akhirat. Mereka dikatakan sebagai para dewata yang menguasai Wu-Xing (lima unsur), yaitu: (a) kayu (dewa hutan, dewa kutub, dan lain sebagainya); (b) api (dewa api, dewa dapur); (c) logam (dewata penguasa kekayaan dalam bumi); (d) air (dewa sumur, dewa sungai, dewa laut, dewa hujan, dan lain sebagainya); (e) tanah (dewa bumi, dewa gunung, penguasa akhirat, dewa pelindung kota, dan lain sebagainya)
  3. Dewata penguasa manusia, yaitu para dewata yang mengurus soal-soal yang bersangkutan dengan kehidupan manusia seperti kelahiran, perjodohan, kematian, usia, rezeki, kekayaan, kepangkatan dan lain sebagainya. Termasuk dalam golongan dewata penguasa manusia ini adalah para dewata pelindung usaha pertokoan, dewata pengobatan, dewata pelindung, dan peternakan ulat sutra. Di samping itu, terdapat dewata-dewata kedaerahan yang menjadi pelindung masyarakat yang berasal dari daerah yang sama.
 Daftar Rujukan :
Supardi, Nunus, dkk,. 2000. Kelenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Wiriaatmadja, Rochiati dkk. 2003. Sejarah dan Peradaban Cina Analisis Filosofis-Historis dan Sosio-Antropologis. Bnadung: Humaniora

Lam, N. Mark, Graham, John L. 2007. China Now Berbisnis di Pasar Paling Dinamis di Dunia. Jakarta: Gramedia